PONOROGO- Sebanyak ratusan kepala sekolah, penilik, pengawas dan tenaga kependidikan di Ponorogo mendapatkan pembinaan wawasan kebangsaan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kualitas berkebangsaan dan nasionalisme pada generasi muda di masa mendatang. Sebuah generasi yang merupakan bonus demografi.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Rabu (23/3/2022) usai Pembinaan Wawasan Kebangsaan Bagi Kepala Sekolah, Penilik, Pengawas, dan Tenaga Kependidikan Dindik Ponorogo di Aula Gedung PGRI Ponorogo mengatakan, Indonesia dan Ponorogo akan segera menghadapi kondisi yang disebut bonus demografi. Sebuah keadaan di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding yang berusia tidak produktif. Diperkirakan bonus demografi ini akan terjadi pada 10 tahun hingga 20 tahun mendatang.

Karenanya, kepada calon penduduk usia produktif yang saat ini masih duduk di bangku sekolah harus ditanamkan wawasan dan nilai yang bisa memacu mereka untuk menjadi lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Dan, untuk mendapatkan wawasan kebangsaan yang masif, lanjut Bupari Sugiri, penanamannya harus dilakukan sejak dini dengan sekolah-sekolah sebagai salurannya. Sehingga seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan adalah sosok-sosok yang harus disegarkan ingatan dan tekadnya. Yaitu untuk menjaga NKRI, Pancasila dan bhineka tunggal ika. Sebab para guru lah yang efektif dan akan mampu menyebarkan wawasan kebangsaan kepada seluruh anak didiknya.
“Kita akan segera berada pada kondisi bonus demografi. Beban kita tidak gampang. Kita harus menyiapkan generasi yang sangat berkualitas untuk berhadapan dengan dunia luar. Dengan memiliki wawasan kebangsaan maka kita akan mampu membentuk generasi yang berkualitas itu,” terang Kang Giri, sapaan akrab bupati Ponorogo ini.
Ketua PWNU Jawa Timur KH. Marzuki Mustamar yang menjadi narasumber pada pembinaan ini mengatakan, pembinaan ini menjadi penting karena saat ini sudah mulai ada kelompok-kelompok radikal yang yang mencoba mengacau NKRI, mengadu domba atas nama agama, menentang NKRI, menentang kemajemukan dan menyebarkan ujaran kebencian.
“Dan hal ini kalau terus menyebar kepada pejabat, aparat, guru-guru dan seluruh masyarakat akan membahayakan masa depan negara. Makin banyak yang terpapar, makin membahayakan negara,” terangnya.
Salah satu bahayanya adalah terjadinya perang saudara. Sebab, Indonesia terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, suku bangsa, bahasa daerah, organisasi dan alirannya sangat majemuk. “Kalau hal ini bisa dilestarikan, maka negara ini akan tetap lestari,” pungkasnya. (dik)
