PONOROGO-Tradisi bedol pusaka menjadi salah satu tradisi yang identik dilakukan menjelang bulan Suro di Ponorogo, Jawa Timur, (28/7/2022).
Ada tahapan-tahapan yang dilalui dalam upacara menjelang kegiatan. Yakni mulai dari pengambilan pusaka yang istilah Ponoragan Boyong Pusaka, yang lengkap dengan arak-arakan menuju rumah dinas bupati Ponorogo.
Ketiga pusaka tersebut yakni Payung Songsong Kiai Tunggul Wulung, Tombak Kiai Tunggul Nogo, dan Sabuk Angkin Kiai Cinde Puspito. Ketiganya dikirab dari Makam Batoro Katong, dan selanjutnya dikirap menuju Pringgitan. Sebelum disimpan kembali, pusaka tersebut dijamas.
Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko mengatakan, bedol pusaka memiliki makna yang dalam.
Selain membersihkan secara fisik prosesi bedol pusaka sebenarnya mempunyai tujuan untuk membersihkan diri secara fisik dibersihkan dan secara kebatinan juga dibersihkan.
“Bagaimana manusia itu harus introspeksi setidaknya setahun sekali mengingat apa yang sudah dilakukan sepanjang tahun,” ucapnya.
Adanya tahapan dan ritual dengan sejumlah aturan, menurut Bupati Sugiri Sancoko mencerminkan tentang kehidupan manusia yang punya norma-norma.
Benda pusaka yang dimiliki Ponorogo adalah wujud budaya fisik yang bernilai tinggi yang sudah seharusnya dihargai, dan penghargaan tersebut sebagai simbol tentang harmoni keseimbangan dalam berperilaku.
“Maksud dan tujuan bedol pusaka yakni untuk mendapatkan keselamatan, perlindungan, dan ketentraman. Sebagai masyarakat Jawa yang njawani, benda-benda pusaka tersebut dianggap mempunyai kekuatan gaib yang akan mendatangkan berkah apabila dirawat dengan cara dibersihkan atau dimandikan,” ulas Bupati Sugiri Sancoko.
Bupati menyampaikan bedol pusaka menjelang satu Suro punya nilai religius, dan itu tercermin pada proses upacara dengan doa bersama ditujukan kepada Allah SWT agar bumi Ponorogo mendapat perlindungan, rakyatnya mendapat keselamatan, kesejahteraan dalam menjalani kehidupan. (el).