Tolak Salaman Sugiri, Yhanie Wijaya: Sikap Ipong Tidak Patut Dicontoh

Menunjukkan Keangkuhan & Pemicu Perpecahan

PONOROGO – Yhanie Wijaya, Pengamat Hukum Politik, Pemerintahan, dan Sosial Budaya, dengan tegas mengecam sikap Ipong Muchlissoni yang tertangkap kamera menolak salaman dari Sugiri Sancoko, sesama calon Bupati Ponorogo.

“Sikap itu tidak bisa dicontoh, apalagi bagi seorang calon bupati!  Ini bukan sekadar masalah salaman, tapi tentang bagaimana seorang calon pemimpin menunjukkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa,” tegasnya.

Salaman, kata Yhanie, adalah simbol keramahan, persatuan, dan penghormatan.

“Penolakan salaman justru menunjukkan sikap arogan/ sikap asli seseorang yang tidak menghargai lawan politik,” tegas Yhanie.

Apalagi dalam konteks Pilkada, di mana persaingan memang ketat, namun tetap harus menjunjung tinggi etika dan kesopanan. 

“Sikapnya justru berpotensi menimbulkan perpecahan dan ketidakharmonisan di masyarakat,” tambah Yhanie.

Sebagai sesama calon pemimpin, seharusnya menunjukkan sikap yang lebih dewasa dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan.

“Kalau asli orang Ponorogo saya rasa akan menerima uluran tangan entah dengan siapa, karena sebagai bentuk penghormatan dan menjaga sportivitas dalam kontestasi Pilkada. Apalagi dilokasi banyak undangan mulai Kapolres, Dandim, Bawaslu,KPU, Kedua pendukung, dll, seharusnya menyadari bahwa sikapnya ini justru menunjukkan keangkuhan dan ketidakmampuan untuk bersaing secara sehat,” lanjut Yhanie.

Memang, kata Yhanie, Pilkada adalah arena pertarungan ide dan gagasan, namun bukan berarti harus diiringi dengan sikap yang tidak terpuji. 

“Penolakan salaman ini bukan hanya menunjukkan kurangnya etika, tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan untuk membangun komunikasi yang positif dan konstruktif dengan lawan politiknya,” tambah Yhanie.

Viral di Medsos, Warganet Berkomentar

Video penolakan salaman ini viral di berbagai grup medsos dan dipenuhi komentar dari warganet. 

Banyak yang menyayangkan sikap Ipong, sementara sebagian lainnya menilai hal tersebut sebagai bentuk “perang dingin” yang semakin memanas antara kedua kandidat.

“Pilkada memang penuh persaingan, tapi jangan sampai melupakan etika dan kesopanan,” tulis salah satu warganet.

“Semoga momen ini tidak menjadi pemicu perpecahan di masyarakat,” tambah warganet lainnya.(el)

Yhanie Wijaya, Pengamat Hukum Politik, Pemerintahan, dan Sosial Budaya.
Comments