Sugiri: Sumur Dalam Produktifitas & Lahan Naik, Ipong: POC Fokus Hara Produktifitas Cenderung Turun
PONOROGO – Debat pertama calon bupati dan wakil bupati Ponorogo pada Rabu (23/10/2024) di Gedung Kesenian menjadi panggung adu argumen sengit, khususnya dalam isu produktivitas pertanian.
Dua pasangan calon, Ipong Muchlissoni-Luhur Kusumo Daru dan Sugiri Sancoko-Lisdyarita, saling beradu data dan program untuk meyakinkan publik tentang siapa yang lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan para petani.
Luhur Pertanyakan Penurunan Produksi Padi
Luhur, calon wakil bupati dari pasangan nomor urut 1, mengawali debat dengan pertanyaan tajam mengenai penurunan produksi padi di Kabupaten Ponorogo.
Ia mempertanyakan mengapa produksi padi justru turun menjadi 390 ribu ton dari sebelumnya 440 ribu ton, padahal Sugiri Sancoko, calon bupati petahana, pernah mengatakan di hadapan Presiden Jokowi benih padi yang mampu menghasilkan 14 ton per hektar.
“Jika benih tersebut benar-benar diterapkan, seharusnya produksi padi bisa meningkat minimal di atas 500 ribu ton per tahun. Mengapa justru mengalami penurunan?” tanya Luhur.
Sugiri Jawab dengan Data Luas Tanam & Peningkatan Produktifitas
Sugiri Sancoko, calon bupati petahana, dengan tegas membantah pernyataan Luhur.
Ia mengemukakan data valid tentang luas tanam di Kabupaten Ponorogo.
Menurutnya, luas tanam pada tahun 2020, saat Ipong Muchlissoni menjabat bupati, mencapai 74 ribu hektar.
Namun, berkat program sumur dalam yang digagasnya, luas tanam meningkat menjadi 76.919 hektar, sehingga produksi padi tahun ini mencapai 471.160 ton.
“Ini berarti program sumur dalam berhasil meningkatkan indeks pertanian di Ponorogo. Dulu, sawah tadah hujan hanya bisa panen 1-2 kali setahun, sekarang bisa 3-4 kali panen. Peningkatan luas tanam ini yang menjadi kunci peningkatan produksi,” tegas Sugiri.
Sugiri Pertanyakan Efektivitas Pupuk Organik Cair
Tak hanya membela programnya, Sugiri juga mempertanyakan efektivitas program pupuk organik cair (POC) yang digagas Ipong Muchlissoni saat menjabat bupati.
Ia mempertanyakan apakah anggaran POC yang mencapai Rp 30 Milyar pertahun. Sehingga Rp 150 miliar selama 5 tahun jabatan. Apakah mampu meningkatkan produktivitas pertanian.
“Apakah anggaran ratusan miliar itu mampu meningkatkan produktivitas, atau justru menjadi beban APBD?” tanya Sugiri dengan nada menantang.
Ipong Muchlissoni, calon bupati dari pasangan nomor urut 1, menjelaskan Ipong kemudian menjawab.
“Kalau pupuk bukan 5 tahun kali 30 milyar tapi hanya berjalan 2,5 kali saja. Tujuan pemberian POC tidak semata-mata untuk meningkatkan produktifitas. Tapi tujuan utama memperbaiki hara dalam tanah atau kesuburan akibat pupuk kimia yang terus menerus serta agar kebutuhan pupuk kimia turun.
Tidak seperti sekarang, pupuk kimia meningkat sementara pabrik di Indonesia tidak ada peningkatan pupuk sehingga setiap tanam mengalami kelangakaan subsidi. Jadi tujuan pupuk cair bukan peningkatan produksi. Tapi memperbaiki kesuburan lahan. Pak yang namanya perubahan kimia organik bukan meningkatkan tapi turun. Biasanya awalnya 9 ton jadi 6 ton tapi berangsur naik,” pungkasnya.
Perbedaan Pandangan, Tantangan, dan Harapan
Debat sengit ini menunjukkan perbedaan pandangan antara kedua pasangan calon mengenai strategi meningkatkan produktivitas pertanian.
Sugiri Sancoko menekankan pada program infrastruktur seperti sumur dalam untuk meningkatkan luas tanam dan frekuensi panen. Sementara Ipong Muchlissoni lebih fokus POC.
Pertanyaan yang muncul adalah, program mana yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam meningkatkan produktivitas pertanian di Kabupaten Ponorogo?
Jawabannya mungkin akan terjawab setelah Pilkada 2024.
Namun, yang pasti, debat ini telah membuka ruang diskusi yang penting bagi masyarakat Ponorogo untuk memahami visi dan misi kedua pasangan calon dalam meningkatkan kesejahteraan para petani.
Masyarakat Ponorogo diharapkan dapat memilih pemimpin yang memiliki program dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan para petani di Bumi Reog.(el)
