PONOROGO-Prevalensi kasus stunting atau kekerdilan di Ponorogo turun drastis. Jika dibandingkan pada tahun 2019-2020 lalu sebesar 16,86 persen, kini tahun 2021-2023 menjadi 9,33 atau turun 5,59 persen.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Ponorogo, Dyah Ayu Puspitaningarti, dalam penilaian kinerja tim percepatan penurunan stunting (TPPS) berbasis Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), penimbangan rutin setiap bulan Agustus.
“Setelah ditangani ini sudah menurun, Angka di bawah Nasional dan Jawa timur. Dari tahun 2019-2020 sebelumnya 16,8 (kasus balita stunting tahun 2023) menjadi 9,33 persen,” ujar Dyah Ayu Puspitaningarti, Selasa (29/10/2024).
Selain menyampaikan data kasus, Ayu juga memaparkan aksi dan tindakan selama 3,5 tahun yang diupayakan untuk menekan angka kekerdilan pada balita. Yaitu aksi pencegahan diantaranya mulai dari analisa situasi, mengadakan sosialisasi, hingga berkoordinasi dengan stakeholder.
Menurutnya, penanganan stunting tidak bisa hanya difokuskan pada penanggulangan. Melainkan, pendampingan balita terindikasi stunting harus dilakukan jauh sebelum itu.
“Tidak hanya di hilir, tapi di hulu juga. Jadi mulai remaja itu dipantau, calon pengantin untuk.siap.umur serta pemantauan ibu dan calon bayi harus cukup gizi,” terangnya.
Tak hanya itu saja, pemerintah kabupaten Ponorogo juga memberikan susu khusus untuk stunting dan gizi buruk melalui Program Pangan Untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) dengan total anggaran mencapai Rp 1,1 Milyar untuk 1.103 balita.
“Selain itu pemkab Ponorogo juga menerbitkan peraturan bupati, tentang Alokasi Dana Desa untuk program pemberian makan tambahan (PMT) 2021-2023 untuk pencegahan stunting di Ponorogo,”pungkasnya. (el)
Data Stunting : Tahun 2019-2023
Mengacu elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM)
Tahun 2019 : 17,8
Tahun 2020 : 16,86
Tahun 2021 : 14,92
Tahun 2022 : 13,13
Tahun 2023 : 9,33
(Data tersebut dibawah Nasional / Jawa Timur)